ARTI MOTTO DAN ASAL USUL NAMA TEMPAT, MENURUT BUDAYAWAN BONE MENJELASKAN
WATAMPONE, PEMBURU BERITA.COM.-Bahwa Bone dijuluki sebuah motto yang disampaikan Budayawan Kab.Bone Mursalim, S.Pd.,M.Si kepada Bupati Bone Dr.H.A.Fahsar Mahdin Fadjalani, M.Si meminta kepada Budayawan Teluk Bone
Mursalim, S.Pd., M.Si memberikan nama motto Bone “SUMANGE TEALARA” budayawan mudah yang sangat populer menekuni sejarah Dari Raja ke Raja mulai raja pertama (1) sampai raja ketiga puluh satu (31) yang sudah dividiokan sampai raja Bone ke tiga puluh tiga (33) beliau mengangkat derajad soft skill pangadereng lifutta ri tana kelahiran ri tana Bone.
Pemburu Berita (PB) H.Usman menemui Saudara kita Mursalim, S.Pd., M.Si 29 September 2021 di jalan Beringin tanah Bangkalae Watampone.
PB menanyakan saudara kita kepada Budayawan Bone juga sebagai dosen Luar Biasa di Universitas Muhammadiyah Bone. pertanyaannya antara lain:
1.Apa nama Mottonya Bone
- Asal usul nama Lamurukung
Motto Bone “SUMANGE TEALLARA ”
Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas dengan motto SUMANGE TEALARA orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya.
SUMANGE’
Kata Sumange’ dalam bahasa Bugis merupakan ungkapan yang menggambarkan di mana terjadi interaksi antara jiwa dan raga pada situasi tertentu sehingga menimbulkan efek perasaan senang, bahagia, dan bersemangat.
Sering kita dengar ungkapan Bugis Kuru’ Sumange’mu Ana’. Hal ini mengandung makna seorang ibu atau ayah memberi ucapan selamat kepada anak yang baru saja menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Demikian pula apabila seorang anak yang mengalami sakit parah atau baru saja sembuh dari penyakitnya “ Kuru’ Sunge’mu Ana’ Malampe Sunge’mu Ana’ “ hal ini merupakan ungkapan orang tua kepada anak yang sedang menderita sakit semoga cepat sembuh dan panjang.
Kata SUNGE’ dalam bahasa Bugis melambangkan Ruh atau Jiwa sedangkan kata SUMANGE dapat diartikan sebagai penyatuan antara jiwa dan raga.
TEALARA:
Teallara terdiri atas dua kata yakni Tea dan Lara’ . Dalam bahasa Bugis Tea artinya tak akan (Takkan) sedang lara’ bermakna terpisah, keluar dari kesatuan. Jika kedua kata tersebut disatukan menjadi TEALARA artinya takkan terpisahkan sehingga bermakna kukuh dan kuat.
SUMANGE TEALARA:
SUMANGE merupakan pengintegrasian antara jiwa dan raga. Sedang kata TEALARA berarti tidak terpisah, tidak bercerai-berai, yang menggambarkan kebersamaan, kekukuhan dan keyakinan diri.
Karena itu, SUMANGE TEALARA merupakan pengintegrasian jiwaraga untuk mewujudkan keteguhan dan keyakinan diri yang berawal dari niat yang tergambar dalam prilaku dan perbuatan untuk bersama-sama mengahadapi sebuah pekerjaan atau tantangan kehidupan.
Di antara sekian banyak petuah Bugis Bone yang sering kita dengar seperti, Siatting Lima, Sitonra Ola, Tessibelleang, Tessipano, Getteng, Lempu, Ada Tongeng, Tellabu Essoe Ritengnga Bitarae, Taro ada Taro Gau. Kesemuanya itu sebenarnya terangkum dalam SUMANGE TEALARA.
Penulis (Mursalim) berpendapat bahwa dari sekian banyak petuah leluhur Bugis Bone yang ada, maka diperlukan adanya satu bahasa YASSIBONEI ( dimiliki seluruh masyarakat Bone ) untuk dijadikan sebagai sebuah bahasa semangat sekaligus menjadi MOTTO Kabupaten Bone.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Motto SUMANGE TEALARA :
- SUMANGE TEALARA berawal dari niat
- SUMANGE TEALARA memberikan kekuatan dan keyakinan diri
- SUMANGE TEALARA lahir dari kebersamaan
- SUMANGE TEALARA adalah ruh kehidupan yang menjiwai segala tindak tanduk kita.
- SUMANGE TEALARA dapat menciptakan jalan.
- SUMANGE TEALARA dapat mengusir ketakutan
- SUMANGE TEALARA dapat mengobati rasa lelah
- SUMANGE TEALARA dapat mematahkan kesulitan.
- SUMANGE TEALARA dapat mengantarkan kita pada tujuan
10.SUMANGE TEALARA dapat menunjukkan jatidiri
11.SUMANGE TEALARA dapat menerangi kegelapan kita
12.SUMANGE TEALARA dapat mengangkat harkat dan martabat
Demikian buah pikiran penulis semoga ada manfaatnya, dengan motto SUMANGE’ TEALARA dapat menggugah kita semua dalam upaya mewujudkan masyarakat Bone yang sehat, cerdas, dan sejahtera.
tutur Budayawan Bone Mursalim, S.Pd.,M.Si
Asal Usul Nama Lamurukung
Nama adalah sebutan yang diberikan kepada suatu tempat, benda, manusia, bahkan hingga gagasan/ide. Nama tersebut digunakan untuk membedakan satu sama lain serta untuk mengenali suatu benda atau kelompok dalam konteks yang unik.
Sebuah nama dapat memiliki banyak variasi dalam berbagai bahasa, biasanya untuk membuat suatu nama menjadi unik, orang juga membuat variasi mereka sendiri terhadap suatu nama yang telah ada.
Nama-nama yang umum dipakai biasanya diturunkan dari nama orang-orang terkenal pada zaman dahulu, atau nama yang memiliki makna khusus sepeti kata-kata yang indah, profesi orang tua, nama bunga, dan lainnya.
Nama sebuah kampung biasanya diturunkan dari nama orang-orang terkenal pada zaman dahulu, bersumber dari sejarah suatu daerah, baik dalam segi geografis daerah maupun aktivitas manusia yang terjadi pada masa itu.
Pemberian nama tempat/kampung yang berdasarkan gambaran wilayah serta aktivitas masyarakat pada masa itu biasa disebut toponim. Hal ini juga terkait dengan pemberian nama-nama tempat di wilayah kabupaten Bone.
Nah, bagaimana dengan nama LAMURUKUNG?
Jika kita menoleh sejarah, pada zaman kerajaan Bone banyak tercipta nama tempat yang bersifat toponim, misalnya Pattiro (tempat melihat), Sijelling (tempat saling memandang dan mengerling), Ajjalireng (tempat merangkai), Turungeng (tempat itu menurun yang biasanya terdapat sumber mata air).
Selain itu, Cenrana (tempat banyak pohon cendana), Awangpone (tempat yang terletak di utara Bone), Ajangale (tempat/daerah yang terletak di sebelah barat hutan rimba), dan lain-lainnya.
Nama LAMURUKUNG
Secara harfiah, Lamurukung terdiri dua kata, yaitu Lamuru dan kung. LAMURU berasal dari kata “lamung atau lemme” artinya mengubur dan menenggelamkan ke tanah dengan cara menancapkan. Daerah tempat melakukan lamung biasa disebut Allamungeng atau Allemmekeng.
Kemudian kata KUNG artinya tanah, dalam bahasa Bugis sehari-hari biasa disebut “tana”. Sementara kata tana hanya sebagai bahasa Bugis serapan yang berasal dari bahasa Melayu. Oleh karena itu, kata tanah bahasa Bugisnya adalah kung.
Dengan demikian LAMURUKUNG artinya tanah tempat mengubur, menenggelamkan, ataupun menancapkan sesuatu. Jika diteliti secara detail bisa saja di daerah Lamurukung terdapat atau pernah terjadi suatu peristiwa penting di masa lalu.
Pada umumnya daerah yang bernama Lamuru/Allemekeng biasanya terdapat kuburan/makam orang-orang penting di masa lalu. Tempat tersebut awalnya berlahan sempit lambat laun dalam perkembangannya mewakili nama suatu wilayah.
Dari sisi sejarah, sejak pemerintahan raja Bone ke-16 La Patau Matanna Tikka Matinroe ri Nagauleng banyak tercipta nama toponim di wilayah Bone Utara, sebab di sanalah sebagai pusat pemerintahan kerajaan Bone pada masa itu. La Patau Matanna Tikka memerintah di kerajaan Bone dalam tahun 1696-1714 Masehi.
Dalam berkembangnya hingga masa pemerintahan raja Bone ke-31 Lapawawoi Karaeng Segeri yang memerintah di Bone pada tahun 1895-1905. Masehi Konon, bersama pengikutnya yang setia melakukan penggalangan “para daeng” atau tokoh masyarakat.
Salah seorang tokoh Lamurukung yang bernama “Puang Lamba” dinikahkan dengan anaknya La Pawawoi yang lahir di Soppeng yang bernama Besse Lacinnong. Dari perkawinannya itu, lahirlah putra pertamanya bernama La Paturusi.
Setelah diangkat menjadi Pawang di daerah Kung, La Paturusi dinobatkan menjadi Pawang memimpin Lamuru, pada tahun 1897-1904 sampai akhir hayatnya wafat tahun 1905. Karena meninggal di Lamurkung sehingga digelar La Paturusi Matinroe ri Lamurukung.
Lamurukung sekarang ini terletak di Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (HAUS).
